Inderanews, Jakarta, Dikutip dari CNN, – Front Pembela Islam (FPI), yang telah dinyatakan sebagai organisasi terlarang oleh pemerintah, belakangan dikaitkan dengan aksi atau jaringan terorisme di Indonesia.
Isu ini muncul setelah Densus 88 Antiteror Polri meringkus sejumlah terduga teroris pasca ledakan bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar, Sulawesi Selatan.
Dalam penangkapan empat terduga teroris di Jakarta dan Bekasi, polisi diketahui turut menyita beberapa barang bukti berupa atribut yang terasosiasi dengan FPI.
Beberapa di antaranya buku ‘Dialog Amar Maruf Nahi Munkar FPI’ yang ditulis Muhammad Rizieq Shihab, jaket warna hijau berlogo FPI, sejumlah piringan tentang FPI, kalender berlambang 212, hingga pakaian bergambar reuni 212.
Tak hanya itu, juga beredar foto dua terduga teroris, HH dan ZA yang terlihat hadir dalam persidangan eks Imam Besar FPI Rizieq Shihab di Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Terkait foto itu, pihak kepolisian menyatakan masih melakukan pendalaman.
Meskipun demikian, pengamat terorisme, Sidney Jones menilai tak ada kaitan antara FPI secara organisasi dengan jaringan terorisme, termasuk kelompok pro khalifah Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
Sidney mengatakan tindakan kekerasan yang terekam pernah dilakukan FPI di masa lalu justru lebih bersifat premanisme, atau hanya memakai senjata sederhana seperti batu hingga senjata tajam.
“Pada umumnya apa yang mereka [FPI] lakukan tidak bisa dikategorikan sebagai terorisme,” kata Sidney kepada CNNIndonesia.com, Selasa (30/3) malam.
Kendati demikian, Sidney mengungkapkan pada awal 2015 lalu ada laporan sempat terjadi pembaiatan massal di maskar FPI Makassar.
Kata Sidney, dalam pembaiatan itu FPI bergabung dengan kelompok pro ISIS yang dipimpin seseorang bersama ustaz Basri. Pembaiatan massal itu juga turut diikuti orang-orang yang pernah tergabung dalam kelompok Darul Islam, Laskar Jundullah, dan lainnya.
Sidney mengatakan tiga bulan setelah pembaiatan itu, FPI kemudian mengeluarkan pernyataan bahwa mereka tidak terkait dengan ISIS. FPI, lanjutnya, juga menyatakan bahwa anggota yang berbaitat kepada ISIS diminta untuk keluar dari organisasi tersebut.
“So saya kira itu agak keliru dan tidak tepat kalau FPI dicap organisasi teroris,” ucap Sidney.
Namun, Sidney menyebut jika terduga teroris yang ditangkap di Jakarta-Bekasi, nantinya terbukti benar memiliki kaitan dengan FPI. Maka, ini merupakan sebuah fakta baru.
“Kalau benar bahwa mereka FPI dan benar bahwa mereka sedang membikin bom itu sebenarnya sesuatu yang baru,” ujarnya.
Sidney menuturkan sejauh ini yang terlihat adalah mantan anggota FPI yang kemudian bergabung dengan kelompok jaringan teroris. Ia juga tak setuju jika kemudian FPI disebut sebagai pintu masuk terorisme.
“Bahwa FPI adalah pintu masuk terorisme kita harus lihat Pemuda Muhammadiyah, PKS, jamaah tablig dan banyak ormas lain sebagai pintu masuk terorisme dan saya kira itu jelas tidak tepat,” tutur Sidney.
Ketidakpuasan Perjuangan Ideologi
Hal senada juga disampaikan oleh pengamat terorisme, Ridlwan Habib. Ia menyebut biasanya yang kemudian bergabung dengan jaringan teroris adalah mantan-mantan anggota FPI yang merasa tidak puas.
“Lalu mencari organisasi baru yang lebih membolehkan kekerasan dia bergabung ke JAD [Jamaah Ansharut Daulah], secara organisasi enggak ada, tetapi mantan-mantan anggotanya itu, sebagian oknumnya ada yang bergabung,” katanya.
Ridwan pun menegaskan tak ada kaitan FPI secara organisasi dengan jaringan teroris. Mantan anggota FPI, kata Ridwan, bergabung dengan jaringan teroris karena menganggap organisasi terlalu lembek. Alhasil, mereka bergabung ke kelompok lain yang mereka anggap lebih berani.
“Jadi mereka memilih yang berani, yang berani apa JAD, jadi mereka itu anggota JAD, bukan lagi anggota FPI, jadi menghubungkannya enggak bisa kalau secara organisasi, mantan anggota organisasi iya, mantan anggota organisasi yang kemudian berpindah ke kelompok teroris,” tuturnya.
Beberapa waktu lalu, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj menyatakan ajaran Wahabi merupakan pintu masuk terorisme. Oleh karena it, ia meminta pemerintah Indonesia membendung paham-paham tersebut berkembang di nusantara.
Diketahui, paham Wahabisme merujuk pada ajaran Muhammad bin Abdul Wahab al-Najdi, pada abad ke-17. Dalih dalam paham yang diajarkan itu adalah hendak memurnikan ajaran Islam. Penganut paham yang lebih puritan dari Salafiyah ini kerap menyebut sesama umat Islam bid’ah bahkan kafir.
“Kalau kita benar-benar sepakat, benar-benar satu barisan ingin menghadapi, menghabiskan, menghabisi jaringan terorisme dan radikalisme, benihnya yang dihadapin, pintu masuknya yang harus kita habisin, apa? Wahabi! Ajaran Wahabi itu pintu masuknya terorisme,” kata Said dalam sebuah seminar virtual, Selasa (30/3).
Terkait ajaran hal ini, peneliti Sidney Jones menilai FPI tak menerapkan paham Wahabi. FPI, kata Sidney, jutsru berlatar belakang Nahdlatul Ulama atau berasaskan Ahlussunnah wal Jama’ah .
Salah satu buktinya, kata dia, adalah FPI merayakan Maulid Nabi. Dalam ajaran Wahabi, diketahui merayakan Maulid Nabi merupakan salah satu hal yang dilarang.
“FPI bukan wahabi, FPI latar belakangnya NU, karena itulah jusrru agak aneh kalau sekarang ini FPI dicap pro ISIS,” ucap Sidney.
Rizieq Shihab sendiri diketahui pernah berbicara tentang ajaran wahabi. Ia menyebut bahwa wahabi tak bisa berlaku di Indonesia. Sebab, Indonesia adalah negeri ahlusunnah wal jamaah.
“Kalau dia yakin ibu bapak nabi itu kafir, cukup buat dia, enggak perlu teriak di atas mimbar, apalagi di negeri ahlusunnah wah jamaah, ini negeri ahlusunnah wal jamaah, bukan negeri wahabi,” kata Rizieq beberapa tahun lalu. (Red)