Inderanews, Nasional, – Jika saja tidak ditangani dengan sangat baik oleh Tito Karnavian dan tim Kepolisian pada pilkada DKI Jakarta 2017, dipastikan Jakarta bisa jadi Ambon kedua oleh para gerombolan FPI, Rizieq Shihab khususnya, dan gerombolan 212 itu yang terus menerus jualan isu SARA selama masa pilkada DKI Jakarta 2017.
Apakah tak terpikirkan oleh mereka, akibat isu SARA, 5 ribu lebih orang Ambon tewas dalam kerusuhan, ribuan rumah dan bangunan di Ambon hancur luluh lantak rata dengan tanah tak tersisa.
Sejarah mencatat tragedi kerusuhan Ambon adalah tragedi kemanusiaan terbesar sejak NKRI ini berdiri lantaran dipicu isu sensitif, yaitu isu agama.
Kerusuhan berawal dari tragedi Ketapang di salah satu pusat perjudian bola tangkas yang berlokasi di Jl. Zainul Arifin No. 11, Kelurahan Petojo Utara, Jakarta Pusat.
Pusat perjudian milik pengusaha Indonesia keturunan Tionghoa itu dijaga dengan ketat oleh para preman Ambon. Tidak sembarang orang bisa masuk di lokasi perjudian bola tangkas itu.
Mungkin karena rebutan lahan pengamanan di pusat perjudian bola tangkas tersebut, tersebarlah selentingan bahwa Masjid Jami Khairul Biqa diserang dan dirusak oleh 200 preman Ambon beragama Kristen yang bersenjatakan parang dan kelewang.
Akibat isu tersebut, umat Islam di Jakarta tersulut emosinya dan mengamuk membabi buta sehingga pecah kerusuhan dalam skala yang besar. Bersenjatakan golok, clurit, dan bambu runcing, warga yang murka menyerang para preman Ambon di Jakarta dengan kalap.
Kerusuhan rasial tersebut terjadi secara sporadis dalam kurun waktu dua hari berturut-turut yaitu pada tanggal 22-23 November 1998.
Dengan cepat kerusuhan tersebut menjalar ke seluruh pelosok Jakarta. Warga yang marah menghancurkan apa saja yang ada di hadapan mereka dengan kalap.
Kerusuhan tersebut lalu meluas dan berkembang menjadi kerusuhan anti Kristen di Jakarta. Atas nama kehormatan Islam, puluhan Gereja dan sekolah Kristen dihancurkan warga dengan membabi buta.
Data yang dihimpun Persekutuan Gereja Indonesia, Gereja-Gereja yang hancur dalam kerusuhan tersebut, yaitu Gereja Kristus Ketapang, HKBP Petojo, Gereja Pantekosta di Indonesia Ketapang, GKI Grogol, GKI Samanhudi, GKI Perniagaan, dan Gereja Santapan Rohani Tamansari.
Selain itu Gereja Katolik Santo Carolus Bandengan, Gereja Bethel Indonesia di Bandengan, Gereja Katolik Kemakmuran, Gereja Bunda Hati Kudus, GPIB Pniel Pasar Baru, termasuk juga sekolah Katolik Santa Maria Bandengan, dan sekolah Santa Ursula di Pasar Baru rusak parah dihajar dan dibakar massa yang murka.
Bukan hanya itu saja, warga yang sudah tersulut emosi karena terprovokasi isu SARA tersebut juga melakukan aksi sweeping besar-besaran terhadap orang-orang Indonesia bagian timur di seantero Jakarta.
Mereka menyerang semua orang-orang yang berkulit hitam dan berambut keriting di Jakarta. Banyak orang-orang Indonesia Timur yang bukan orang Ambon dan tidak tahu menahu apa akar masalahnya tewas meregang nyawa dihajar massa yang mengamuk tak terkendali.
Buntut dari kerusuhan Ketapang di Jakarta pun berimbas di kampung halaman para preman itu di Ambon. Dipicu balas dendam, di tanah Maluku, orang Ambon Kristen membantai orang Ambon Islam, sehingga timbullah perlawanan dari orang Ambon Islam.
Preman-preman Ambon yang ditakuti di Jakarta, seperti Ongen Sangaji, Milton Matuanakotta, dan Sadrakh Mustamu, pun turun gunung pulang ke Ambon untuk ikut berperang.
Kepulangan para preman Ambon Jakarta ke tanah Maluku semakin menyulut api kerusuhan yang lebih besar dan menjalar di seantero tanah Maluku. Ribuan nyawa melayang sia-sia, sendi-sendi perekonomian di Ambon pun lumpuh total.
Dunia preman di Ambon saat itu dikuasai oleh Berty Loupati dan Agus Wattimena. Agus Wattimena adalah seorang Pengurus Gereja yang gemar dan jago berkelahi.
Agus Wattimena kemudian membentuk pasukan Laskar Kristus. Pasukan itu dibentuk untuk membantai orang-orang Islam yang berada di Ambon. Mereka juga dilatih untuk berperang menghabisi Laskar Jihad yang datang dari pulau Jawa.
Semua anak buah Agus Watimenna punya senjata rakitan dan jago berkelahi. Mereka pandai merakit senjata dan bom rakitan. Namun takdirnya Agus Wattimena tidak lama.
Agus Wattimena tewas seketika kelojotan ditembak Berty Loupatty dari jarak dekat dengan dua lubang tembakan di jidatnya tembus sampai ke belakang tengkorak kepalanya.
Tewasnya Agus Wattimena diperingati oleh ribuan orang di kota Ambon dan masyarakat Ambon Kristen di Jakarta. Upacara pemakaman Agus Wattimena diperingati oleh ribuan orang Ambon sebagaimana layaknya gugurnya seorang pahlawan di tanah Maluku.
Tewasnya Agus Watitimena juga diperingati di Jakarta dan dihadiri oleh sejumlah artis terkenal asal tanah Maluku, termasuk Broery Pesolima, Uthe Likumahuwa, Yopie Latul, dan artis-artis Ambon lainnya.
Jasad Agus Watitimena dikuburkan di tengah-tengah jasad 400 ratus lebih anak buahnya yang lebih dahulu gugur dalam kerusuhan berdarah antara Ambon Kristen dan Ambon Islam di tanah Maluku.
Setelah kematian Agus Watitimena, tingkat kebencian antar orang Kristen dan orang Islam di Ambon semakin menjadi-jadi. Perkelahian dan pertumpahan darah pun terjadi di mana-mana di seantero pulau Maluku.
Selebaran-selebaran provokasi tersebar di kalangan orang Kristen di Ambon. Isi selebaran-selebaran tersebut yaitu himbauan Perang Salib kepada semua orang Kristen di Ambon agar memerangi semua orang Islam yang ada di Ambon.
Akibat dari beredarnya selebaran tersebut, pada bulan Januari 1999 sampai bulan Februari 1999, pecah kerusuhan susulan dalam skala yang lebih besar di Ambon. Ribuan umat Kristen dan Islam saling baku tikam hingga tewas bersimbah darah.
Umat Islam di Jakarta pun tersulut emosinya. Dengan semangat Jihad yang berkobar-kobar, seruan jihad pun berkumandang dalam acara tabligh akbar di lapangan Monas pada tanggal 7 Januari 2000.
Kurang lebih 40 ribu umat Islam di seluruh Jabodetabek hadir dalam tabligh akbar tersebut dan siap berangkat menuju Ambon untuk berjihad demi kehormatan agama Islam.
Di Surabaya, ribuan Laskar Jihad bersenjatakan Samurai berangkat dari Tanjung Perak Surabaya menuju Ambon dengan menggunakan kapal Pelni KM. Rinjani.
Akibatnya, Ambon luluh lantak. Kerusuhan tersebut menimbulkan kerusakan yang sangat besar dan rusaknya tatanan sosial serta kearifan lokal yang sudah berlaku secara turun temurun di kota Ambon.
Banyak pihak yang tidak menyangka konflik agama kok bisa-bisanya pecah di Maluku. Sebab, secara historis, masyarakat Maluku dikenal hidup damai dan saling berdampingan sekalipun ada perbedaan suku dan agama di sana.
Leluhur mereka sudah menancapkan semangat kebersamaan dan kerjasama, serta gotong royong, yang dikenal dengan adat istiadat Pela Gandong.
Misalnya, kebiasaan umat Nasrani membantu mengecat dan merawat masjid pada saat umat Muslim merayakan hari Raya Idul Fitri. Begitu juga dengan umat Islam yang juga ikut merawat dan menjaga Gereja saat umat Kristiani merayakan Natal.
Melalui proses yang panjang dan penuh lika liku, konflik Ambon akhirnya mereda melalui Perjanjian Maluku Damai yang ditandatangani bersama dan disepakati oleh kedua belah pihak di Malino pada bulan Februari 2002.
Rakyat Ambon, baik umat Kristen maupun Islam, menangis berpelukan dan melakukan berdoa bersama, karena mereka sebenarnya secara turun temurun masih satu darah, satu keturunan.
Dengan sebegitu banyaknya kerusuhan dan begitu parahnya kerusakan serta jatuhnya korban jiwa dalam tragedi berdarah di tanah Maluku akibat selentingan isu SARA, pertanyaan saya, masih pantaskah para bedebah itu memanfaatkan isu agama Islam demi kepentingan politik mereka?
Sumber : https://seword.com/politik/perang-ambon-kristen-lawan-ambon-islam-bukti-sahih-bahaya-laten-isu-sara-lIPh3Ps17#aoh=16088961154725&referrer=https%3A%2F%2Fwww.google.com&_tf=Dari%20%251%24s