Toleransi, adalah sebuah kata yang seringkali kita dengar. Terutama pada pembelajaran PPKn di sekolah mulai dari jenjang SD, SMP, SMA bahkan Perguruan tinggi. “Mudah diucapkan namun susah untuk dipraktekkan” begitulah menurut Yudi Latief, Ph.D mengenai Toleransi.
Pendapat Cendikiawan dan Mantan Kepala BPIP tersebut tentunya sangat beralasan mengingat masyarakat Indonesia sangat multikultural dan seharusnya konsep ini dipahami dan dihayati secara baik dalam pergaulan sehari-hari supaya keutuhan bangsa tetap terjaga. Namun, terkadang fakta di lapangan menunjukkan kita ‘seringkali’ melihat masih adanya gesekan di masyarakat dengan berbagai persoalan yang ada. Hal ini jika ditesuluri lebih jauh terjadi karena beberapa oknum masyarakat yang mengatasnamakan berbagai hal untuk membenarkan pendapat kepada masyarakat lainnya. Toleransi ada sebagai sikap untuk menjaga masyarakat Indonesia yang beragam. Keberagaman adalah sebuah kenyataan yang sudah terjadi berabad-abad bahkan jauh sebelum negara ini berdiri, dan hal itu bisa dilihat dari sejarah Indonesia.
Keberagaman Suku, Agama, Ras dan Antargolongan (SARA) dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika
Indonesia adalah negara yang memiliki keunikan tersendiri. Perbedaan tersebut dapat dilihat dengan berbagai macam sudut pandang. Dengan menyandang predikat negara berpenduduk terbesar ke-4 di dunia (Data Sensus Penduduk 2010), tentunya terdapat berbagai macam keberagaman yang ada di dalamnya. Adapun beberapa faktor yang membuat beragamnya masyarakat Indonesia, yaitu:
Letak Strategis Wilayah Indonesia
Letak Indonesia strategis dikarenakan berada di antara dua samudra yakni samudra Pasifik dan samudra Hindia serta di antara dua benua yakni benua Asia dan Australia. Letaknya yang berada di antara persimpangan tersebut membuat wilayah Nusantara (Indonesia kala itu) menjadi jalur lalu-lintas perdagangan. Yang mana jalur ini tidak hanya membawa komuditas dagang, namun juga pengaruh kebudayaan mereka terhadap budaya lokal. Kedatangan bangsa asing yang berbeda ras, kemudian menetap di Indonesia mengakibatkan kemajemukan ras, agama dan bahasa.
Kondisi Negara Kepulauan
Indonesia merupakan negara dengan jumlah pulau terbanyak di dunia tercatat ±1700 pulau dan belum semuanya ditempati oleh manusia. Setiap masyarakat di tiap pulau mengembangkan budaya mereka masing-masing.
Perbedaan Kondisi Alam
Kondisi alam yang berbeda seperti daerah pantai, pegunungan, daerah subur, padang rumput, pegunungan, dataran rendah, rawa, dan laut mengakibatkan perbedaan masyarakat.
Keberagaman Suku di Indonesia
Suku bangsa sering juga disebut etnis. Menurut Koentjaningrat (1992), suku bangsa berarti sekelompok manusia yang memiliki kesatuan budaya dan terikat oleh kesadaran dan identitas tersebut. Ciri-ciri mendasar yang membedakan suku bangsa satu dengan lainya antara lain bahasa daerah, adat istiadat, sistem kekerabatan, kesenian daerah dan tempat asal. Indonesia tercatat memiliki 1340 suku dan 652 bahasa daerah.
Keberagaman Agama dan Kepercayaan
Seperti yang penulis uraikan di atas, bahwa Indonesia merupakan kawasan strategis sejak dahulu kala, jauh sebelum Indonesia menjadi sebuah negara, sebagai salah satu jalur perdagangan internasional, kawasan nusantara banyak dilalui oleh berbagai pedagang yang berasal dari berbagai negara, tentunya selain berdagang mereka juga membawa misi keagamaan (Gospel).
Penyebaran agama di Indonesia tidaklah terjadi secara bersamaan, melainkan memiliki tahapan seperti agama Hindu dan Budha dibawa oleh bangsa India yang sudah lama berdagang dengan Indonesia. Agama Islam dibawa oleh pedagang dari Gujarat dan Parsi sekitar abad ke-13. Kedatangan bangsa Eropa membawa ajaran agama Kristen dan katolik. Sedangkan pedagang dari Cina menganut agama Kong Hu Chu. Namun lebih jauh lagi sebelum keenam agama tersebut tersebar di nusantara, sebenarnya sudah sejak lama masyarakat pribumi memiliki aliran kepercayaan seperti animisme dan dinamisme.
Keberagaman Ras
Pada dasarnya manusia diciptakan dalam kelompok ras yang berbeda-beda yang merupakan hak mutlak Tuhan Yang Maha Esa. Istilah ras berasal dari Bahasa Inggris, race. Dalam UU No. 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, menyebutkan bahwa ras adalah golongan bangsa berdasarkan ciri-ciri fisik dan garis keturunan. Beberapa ras yang ada dalam masyarakat Indonesia antara lain ras Malayan Mongoloid yang ada di Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan, dan Sulawesi. Kedua adalah ras Melanesoid yang mendiami daerah Papua, Maluku dan Nusa Tenggara Timur. Ketiga adalah ras Asiatic Mongoloid seperti orang Tionghoa, Jepang dan Korea.
Keberagaman Antar golongan
Keberagaman masyarakat Indonesia tidak hanya pada agama, ras, dan suku tetapi juga keberagaman tersebut terdapat pada struktur masyarakatnya. Menurut Syarif Moeis (2008) struktur masyarakat ditandai oleh dua ciri atau dua titik pandang yakni secara horizontal dan vertikal. Adanya lapisan dalam masyarakat itu disebut “Social Stratification” atau bisa disebut kelas sosial atau stratifikasi sosial. Adanya penggolongan dalam kehidupan masyarakat Indonesia merupakan suatu kewajaran. Namun keberadaan golongan-golongan dalam masyarakat dapat menyebabkan konflik jika muncul semangat etnosentrisme berlebihan terutama jika menganggap kelompok atau golongannya saja yang paling baik dan sempurna, sementara golongan lainnya dianggap banyak memiliki kekurangan. Oleh karena itu ciri golongan tidak boleh ditonjolkan demi kepentingan nasional.
Toleransi dalam Pergaulan Sehari-hari
Toleransi secara Etimologi, mengandung makna “Sabar dan Menahan diri”. Kata ini berasal dari Bahasa Latin “Tolerare”. Toleransi juga dapat diartikan sikap saling menghormati dan menghargai antarkelompok atau antarindividu (perseorangan) baik itu dalam masyarakat ataupun dalam lingkup yang lain.
Sikap ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya diskriminasi, walaupun banyak terdapat kelompok atau golongan yang berbeda dalam suatu kelompok masyarakat. Di mana, toleransi juga mencakup berbagai bidang, salah satunya adalah toleransi beragama yang merupakan sikap saling menghormati dan menghargai antarumat penganut agama lain, seperti :
Tidak memaksakan orang lain untuk menganut agama kita.
Tidak mencela/menghina agama lain dengan alasan apapun.
Tidak melarang ataupun menganggu umat agama lain untuk beribadah sesuai agama/keperayaan masing-masing.
Indonesia adalah negara yang dirahmati dan diberkahi oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Terbukti dengan berbagai keberagaman yang diberikan, sebuah anugerah yang belum tentu negara lain miliki. Sebagai negara yang memiliki keberagaman, tentu jangan sampai terjadi perselisihan dan perpecahan di masyarakat. Adanya keberagaman harus menjadi pendorong terwujudnya persatuan dan kesatuan bangsa serta menjadi pendorong tumbuhnya kesadaran setiap warga negara akan pentingnya pergaulan demi memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa. Aspek sosial budaya menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia diwarnai oleh berbagai macam perbedaan. Kondisi sosial-budaya yang demikian menjadikan kehidupan bangsa Indonesia menyimpan potensi terjadinya konflik. Atas dasar tersebut, penting memahami keberagaman dalam masyarakat Indonesia yang ditunjukkan untuk mengusahakan dan mempertahankan persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tanpa kesadaran akan keberagaman yang kita miliki, bangsa Indonesia bisa saja terjerumus kearah perpecahan. Untuk itu, memahami, menghayati dan mengaplikasikan konsep Bhinneka Tunggal Ika perlu terus digalakkan.
Toleransi Kebangsaan
Toleransi kebangsaan dalam Pancasila mengandung elemen-elemen fundamental yang perlu diaktualkan sebagai “Mercusuar” kehidupan bangsa. Pertama, toleransi Ketuhanan Yang Maha Esa. Bangsa ini, menurut Yudi Latif, Ph.D, hidup berlandaskan “Moralitas Ketuhanan”. Pancasila tak memungkinkan RI sebagai negara agama dengan satu agama sebagai tolak ukur. Sebaliknya, Pancasila merangkul semua agama dan aliran kepercayaan di Nusantara dalam pigura Kebhinekaan.
Kedua, toleransi kemanusiaan. Bung karno (1960) mengatakan perikemanusiaan ialah hasil pertumbuan rohani dan kebudayaan. Toleransi kemanusiaan menegaskan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang luhur, berkebudayan dan saling menghormati.
Ketiga, toleransi kebhinekaan. Perpektif ini menegaskan keberagaman dalam persatuan dan kesatuan. Prinsip kebhinekaan mewajibkan kita untuk memposisikan kepentingan bangsa sebagai prioritas tertinggi.
Apa yang sesungguhnya mempersatukan kita sebagai bangsa ke dalam toleransi kebangsaan? Tentu bukan suku, etnik, budaya apalagi agama. Elemen fundamental satu-satunya hanyalah ‘Rasa Kebatinan’ sebagai bangsa. Rasa kebatinan ialah disposisi jiwa sebagai bangsa untuk merasakan dan menggelorakan semangat ‘satu nasib, satu perjuangan, satu haluan, dan satu cita-cita menuju Indonesia yang adil dan makmur’. (Satrio)
Cover tulisan dari kiri-kanan: Ade Iyandi, S.Pd (Islam), I Gede Budiarta, SE. (Hindu), dan Yohanes Guarso, S.Pd. (Katolik). Ketiganya merupakan guru di SMP Negeri 3 Kelapa Kampit.
Sumber : Eki Piroza
Guru SMP Negeri 3 Kelapa Kampit
Editor: Ares Faujian